sehatnews.id-Komunitas Pamong Benih Warisan Nusantara ini terbilang unik. Para pelakunya tinggal di tempat yang berjauhan, tidak harus saling bertemu, namun semangat mereka menyatu dan terus menjalar ke banyak orang. Mereka sama-sama mencintai alam, mencintai benih, merawatnya, lalu menebarkannya ke berbagai penjuru.

Gerakan memelihara benih ini digagas oleh sejumlah perempuan, yaitu Chandra Kirana Prijosusilo, Nissa Wargadipura (aktivis pertanian ramah lingkungan, pendiri Pesantren Ekologi Ath Thaariq di Garut, Jawa Barat), Diah Widuretno (penggagas Sekolah Pagesangan di Gunung Kidul, DIY), serta Titik Sasanti (Yayasan Gita Pertiwi).
Kiki, panggilan akrab Chandra Kirana, sudah belajar mencintai benih sejak kecil, dari para sesepuh petani di desanya. Ia melihat betapa pentingnya laku merawat (ngemong) benih, bagi kelangsungan kehidupan dan manusia. Sebetulnya ia sudah memulai upaya pelestarian keragaman hayati sejak akhir tahun 1980an, dengan mendirikan Yayasan Gita Pertiwi di Karanganyar, Jawa Tengah, bersama beberapa sahabat.
Merespons Pandemi
Ketika Covid-19 merebak, Kiki bersama EMPU ikut menyemai gagasan guna merespons pandemi. Di awal tahun 2020, respons pertama mereka berupa program ‘masks for all’. Tak berhenti di masker, ia kemudian melihat bahwa ketahanan pangan, kebutuhan gizi secara mandiri perlu dikuatkan. Kiki pun mengontak Nissa Wargadipura, Diah Widuretno, dan Titik untuk minta benih-benih, lalu dibagikan bersama masker yang disalurkan EMPU.

Kiki menyebut para sahabatnya itu perawat benih purna waktu. “Mereka sepenuh hati merawat sekaligus berbagi benih,” ujar alumnus Fakultas Psikologi UGM ini. Spirit merawat sekaligus berbagi benih itulah nadi utama di Pamong Benih. Fokus mereka lebih ke tanaman pangan.

Keempat perempuan hebat itu pun membagikan benih yang bersifat ‘open pollinated’ (penyerbukan terbuka), agar bisa terus diproduksi oleh para petani. Mereka membagikan berbagai jenis benih tanaman langka, salah satunya beragam kacang koro, seperti koro hijau, koro putih, koro pedang, koro gude, dan koro benguk.
Mereka memilih koro, karena tanaman ini merupakan sumber protein yang penting bagi masyarakat yang tidak mampu untuk sering beli daging. “Semua jenis koro sangat kuat hidup di dalam tradisi pangan nenek moyang Nusantara,” tutur Kiki yang juga aktif sebagai sociopreneur ini.
Selain koro mereka juga membagi benih aneka buah dan sayur, seperti kelor, salam, aneka bayam, kenikir besar, kenikir kecil, aneka cabai, pare, labu, wijen, dan banyak lagi. Sebaran benih-benih dari Pamong Benih ini sudah mencapai tempat-tempat yang jauh, bahkan hingga ke Pulau Buru dan Ambon.
Saat ini Kiki bersama Balittas (Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat) tengah sibuk merawat kapas coklat di Tuban, Jawa Timur. Indonesia, tambah Kiki, memiliki kekayaan berbagai jenis kapas, salah satunya kapas coklat. Nantinya benih-benih kapas coklat itu akan dibagikan ke para petani.
Menikmati Panen
Semangat para penggagas Pamong Benih Warisan kini telah menular ke banyak orang di berbagai tempat. Salah seorang yang sudah terpapar spirit merawat benih itu adalah Evie Permata Sari. Aktivis kemanusiaan ini bergabung dengan Pamong Benih sejak Mei 2020.
Semula ia ikut memasukkan aneka benih-benih ke kantong-kantong kecil, kemudian mengirimkannya ke siapa saja yang bersedia mengadopsi benih untuk dipelihara. Benih-benih yang sudah dirawat ini nantinya akan menghasilkan benih baru, dan dibagikan ke orang lain lagi.
Evie giat memelihara benih sampai sekarang. Di rumahnya di Tangerang telah tumbuh beragam tanaman, di antaranya bunga telang, cabai, kenikir, kemangi, sawi, terung, gambas/oyong, markisa, rosela, dan kangkung. Tak hanya di halaman depan, tapi juga sampai ke atap rumah (rooftop) penuh dengan tanaman.
Ia juga sudah membagikan benih-benih setidaknya kepada 50 orang yang peduli untuk merawat benih dan nantinya membagikan benih-benih baru ke kerabat, kenalan, atau siapa saja. Evie berharap setiap orang bisa memanfaatkan halaman rumahnya, meski hanya sepetak kecil, menjadi tempat tumbuh aneka buah, sayur, serta obat-obatan. “Jadi kita bisa menikmati panen buah, sayur, yang bisa dijadikan lauk-pauk dan camilan, dari kebun sendiri,” tutur pencinta olahraga sepeda ini.
Meski tinggal berjauhan dan di masa pandemi ini mobilitas menjadi sangat terbatas, tak memupus semangat para pemelihara benih ini. Komunitas ini biasa berbagi pengalaman dan gagasan melalui Facebook. Mereka berharap spirit mereka akan terus hidup, seperti tumbuh kembangnya benih-benih yang mereka rawat selama ini. (rin)