sehatnews.id – Bertugas sebagai dokter di pedalaman Sumba Timur sungguh merupakan pengalaman sangat berharga bagi dr. Emmanuel Mareffcita Siagian. Tugas berat itu membawanya menjadi dokter teladan tingkat nasional tahun 2016.
Bertugas di Puskesmas Tanarara, Kabupaten Sumba Timur tentu penuh tantangan. Akses menuju Puskesmas sangat sulit. Perjalanan ke tempat tugasnya ketika itu memang berat. Hanya ada satu jalan, cukup untuk berpapasan dua mobil, tapi di kanan dan kiri jalan itu jurang.
“Kalau medan di tiap desa banyak sekali yang hanya punya jalan setapak. Harus mendaki bukit, melewati sungai. Ketika hujan, jalan setapak itu berlumpur,” kata dokter yang sekarang bertugas di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta ini.
Ia menunjukkan link di media sosial yang menggambarkan kondisi tempat tugasnya kala itu. Gambar jalan setapak di perbukitan. Sejatinya pemandangan di daerah itu tampak sangat indah, meski menyimpan akses jalan yang tak mudah ditempuh.
Saat itu kondisi kesehatan masyarakat di Kecamatan Matawai La Pau, Sumba Timur, masih memprihatinkan. “Perlu banyak bantuan dan pembenahan,” ujar pria kelahiran 1989 ini. Kondisi itu antara lain akibat akses menuju Puskesmas yang sulit, serta faktor sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat yang belum bagus.
Ia mengakui bahwa bertugas di daerah terpencil itu berat. “Kalau dirasakan ya terasa berat, tetapi saya bersyukur dikelilingi teman-teman kerja yang semangat. Apalagi waktu itu ada bidan senior yang satu tahun lagi pensiun, tetapi tetap semangat keliling ke desa-desa,” cerita alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta ini.
Hal lain yang menguatkan, ia melihat betapa masyarakat Sumba Timur sangat membutuhkan tenaga medis. “Saya dan teman-teman di Puskesmas lebih beruntung karena masih sehat dan bisa melayani mereka,” katanya.
Kala itu mayoritas penyakit yang diderita masyarakat di daerah itu adalah penyakit kulit dan saluran pernapasan. Angka kematian ibu juga terhitung tinggi, karena akses ke pelayanan kesehatan sulit dan kondisi sosial ekonomi yang kurang.
Pengalaman memberikan pelayanan bagi ibu melahirkan memberi kesan mendalam di dirinya. “Pengalaman berkesan pertama adalah ketika membantu persalinan dengan kasus “janin presentasi mulut”,” tuturnya. Untunglah sang bayi berhasil dilahirkan dengan selamat.
Di lain waktu, tengah malam ia harus pergi ke sebuah desa di pegunungan yang berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari Puskesmas. Ia dipanggil untuk membantu seorang ibu yang hamil kembar. Bayi pertama sudah lahir, tetapi bayi kedua masih di dalam kandungan. Dr. Emmanuel mendapati bayi di dalam kandungan itu sudah meninggal, karena di dalam perut terlalu lama.
Semua kejadian itu menjadi pelajaran berharga yang memperkaya pengalaman praktiknya sebagai tenaga medis.
Ketika ditanya mengapa ia bisa meraih predikat tenaga kesehatan teladan dari Kementerian Kesehatan RI, dengan rendah hati ia menjawab,”Mungkin yang bisa menjawab adalah orang-orang di sekitar saya”.
Sebagai dokter, bertugas di mana pun ia hanya berusaha untuk berkonsentrasi agar bisa bekerja dengan baik dan bermanfaat buat orang-orang di sekitarnya.
Mengenai nama tengahnya yang unik, Mareffcita, pria berdarah Batak-Jawa ini bertutur bahwa itu gabungan nama ayahnya (Martin), nama eyang kakung (Effendi), nama eyang putri (Suci), dan nama ibunya (Margareta). Betul-betul komplet! (lin)