sehatnews – Hingga pertengahan Juli ini, kasus positif Covid-19 masih terus bertambah. Di sisi lain, fasilitas layanan dan tenaga kesehatan kewalahan menampung pasien. Untuk menjawab isu kurangnya tenaga kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) melalui Medical Students in Covid-19 (Medico-19) Research Group meluncurkan naskah kebijakan (policy brief) berjudul “Dari Edukasi hingga Vaksinasi: Meningkatkan Kontribusi Mahasiswa Kedokteran dalam Penanggulangan Pandemi dan Bencana”, Kamis (15/7/2021).
Medico-19 Research Group adalah tim penelitian student-initiated yang dibimbing oleh banyak ahli di bidang pendidikan kedokteran serta berkolaborasi dengan mahasiswa dari berbagai fakultas/program studi kedokteran di seluruh Indonesia. Tim ini berada di bawah Departemen Pendidikan Kedokteran FKUI dan Indonesia Medical Education and Research Institute – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (IMERI- FKUI).
Dekan FKUI, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, mengatakan bahwa keberadaan mahasiswa kedokteran merupakan suatu potensi tersembunyi yang dimiliki negara. “Hasil penelitian policy brief ini menyatakan bahwa dari awal mahasiswa kedokteran di Indonesia siap kalau memang diminta untuk terlibat sebagai sukarelawan di masa pandemi. Di awal masa pandemi, misalnya, mahasiswa membuat gerakan Nutrisi Garda Terdepan dan ini menjadi support bagi para tenaga kesehatan saat itu dalam bentuk nutrisi. Potensi-potensi seperti ini yang diharapkan dapat kita kembangkan nantinya,” ujarnya.
Policy brief yang disusun merupakan hasil penelitian tim Medico-19 Research Group tentang kesediaan dan kesiapan mahasiswa kedokteran menjadi sukarelawan dalam upaya penanggulangan pandemi. Dasar pembuatan policy brief ini adalah survei terhadap 4.780 mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh tim Medico-19. Survei dilaksanakan pada Juli-Oktober 2020.
Hasilnya, 48,7 persen mahasiswa bersedia menjadi sukarelawan dalam penanganan pandemi, tetapi hanya 18,6 persen mahasiswa yang dinilai memiliki kesiapan yang cukup. Ada tiga alasan utama mengapa angka kesediaan mahasiswa begitu besar, yaitu kondisi keterbatasan tenaga medis yang terjadi saat ini, rasa tanggung jawab untuk membantu sebagai tenaga medis di masa depan, serta dukungan pemerintah dan pihak-pihak terkait yang dianggap cukup. Mahasiswa dapat dilibatkan dalam tahap preventif, promotif, dan kuratif dari setiap upaya penanganan pandemi.
“Rekomendasi utama dari policy brief ini adalah pemerintah perlu memberikan ruang kontribusi bagi mahasiswa kedokteran dalam penanganan Covid-19. Namun, perlu disertai dengan persiapan yang matang untuk menjamin kompetensi dan keselamatan mereka. Untuk itu diperlukan upaya yang sistematis, mengakar, dan konsisten dari setiap pihak agar menghasilkan kebijakan yang tepat dalam pelibatan mahasiswa kedokteran dalam era pandemi ini,” ujar Editor-in-Chief Policy Brief Medico-19, Nico Gamalliel, S.Ked.
Hasil penelitian juga mendorong gagasan mengenai pentingnya integrasi materi kebencanaan dan kesehatan global dalam kurikulum pendidikan kedokteran. Ada keterkaitan antara pengalaman menjadi sukarelawan dengan kesediaan yang lebih tinggi untuk melakukan kegiatan volunteering pada masa pandemi. Dengan integrasi kurikulum kebencanaan di dalam pendidikan kedokteran, diharapkan mahasiswa kedokteran di masa depan dapat lebih terlibat secara aktif dalam berbagai kesempatan penanggulangan bencana di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Dekan FKUI periode 2008-2012, Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M(K), menekankan agar mahasiswa kedokteran harus bersiap ditugaskan bila terjadi kondisi kebencanaan seperti sekarang. “Kampus bisa memberi keleluasaan, misalnya mereka yang belum lulus tidak dihitung masa belajarnya bila mau turun langsung ke lapangan. Kita bisa mencontoh Ibu Nafsiah Mboi, yang belum lulus ketika ditugaskan ke pedalaman Papua, 30 tahun lalu,” katanya. (sar)